
Sumber: WHO Africa (afro.who.int)
Skrining HIV Mandiri (SHM) adalah proses pemeriksaan atau pengujian HIV yang dilakukan sendiri oleh seseorang tanpa bantuan profesional medis di fasilitas kesehatan, tetapi jika masyarakat mengaksesnya melalui PKBI Kota Semarang maka penggunaan alat skrining HIV mandiri akan didampingi oleh Petugas Lapangan (PL). Metode Skrining HIV Mandiri umumnya melibatkan penggunaan tes HIV cepat atau tes mandiri yang dapat dilakukan di rumah, alat Skrining HIV Mandiri dibuat karena tidak semua orang dapat dengan segera datang ke fasilitas layanan kesehatan untuk melakukan tes HIV yang merupakan standar mengetahui status HIV seseorang.
Skrining HIV mandiri dapat berupa tes HIV generasi kedua atau ketiga. Skrining HIV mandiri hanya mampu mendeteksi antibodi HIV, sedangkan tes HIV generasi keempat yang biasanya digunakan oleh profesional kesehatan mampu mendeteksi antigen p24 (protein yang terkandung dalam inti virus HIV yang dapat dideteksi dalam beberapa minggu pertama setelah infeksi). Oleh karena itu, tes generasi keempat lebih baik dalam mendeteksi infeksi yang baru terjadi. Tes generasi kedua dan ketiga dapat secara akurat mendeteksi infeksi HIV kronis (berlangsung lama), tetapi kemampuan untuk mendeteksi HIV yang baru didapat lebih bervariasi. Periode jendela tes generasi kedua dan ketiga sedikit lebih lama daripada tes generasi keempat. Periode jendela adalah waktu segera setelah infeksi ketika tes mungkin tidak mendeteksi penanda infeksi dan karena itu memberikan hasil negatif palsu.
PKBI Kota Semarang mengoptimalkan program Skrining HIV Mandiri (SHM) ini untuk masyarakat beresiko tinggi yang biasa disebut hidden, yang dimaksud hidden adalah masyarakat beresiko tinggi yang belum ingin terbuka mengenai masalah kesehatannya, seperti antara lain adalah karena masalah psikologis (belum siap), masalah privasi (tidak ingin orang lain mengetahui kebutuhan untuk tes HIV ataupun status HIV), masalah sosial (stigma dan diskriminasi), masalah ekonomi, masalah jarak dan waktu kunjungan, hal ini yang dapat menghambat seseorang untuk pergi ke fasilitas layanan kesehatan. Dan untuk sasaran dari skrining HIV mandiri (SHM) melibatkan individu-individu yang mungkin membutuhkan pengujian HIV dan ingin melakukan pengujian tersebut tanpa perlu ke fasilitas kesehatan. Beberapa sasaran potensial untuk skrining HIV mandiri meliputi; (1) LSL yaitu laki-laki yang melakukan hubungan seksual dengan laki-laki; (2) Waria yaitu seseorang yang terlahir laki-laki dengan identitas dan ekspresi gender perempuan; (3) Pengguna napza suntik dan pasangannya (laki-laki dan wanita) yang menyuntikkan narkoba dalam 12 bulan terakhir; (4) Pasangan ODHA melalui notifikasi pasangan.
Beberapa metode Skrining HIV mandiri (SHM) melibatkan pengambilan sampel darah, air liur, atau air seni, tergantung pada jenis tes yang digunakan. Setelah mengambil sampel, individu biasanya mengikuti petunjuk yang disertakan dengan tes untuk melihat hasilnya sendiri. Untuk cara pemakaian alat skrining HIV mandiri (SHM) ini bervariasi tergantung pada jenis tes yang digunakan. Dan saat ini PKBI Kota Semarang memperkenalkan jenis alat Skrining HIV Mandiri (SHM) dengan menggunakan specimen cairan mukosa mulut, Skrining HIV Mandiri jenis ini alatnya bernama (OFT) Oral Fluid Test, ini akan menjadi pilihan yang semakin masuk akal dengan perkembangan saat ini karena mudah dilakukan oleh komunitas dan terbukti akurat untuk menjangkau kelompok populasi kunci yang masih tersembunyi.
Dan untuk praktek penggunaan Skrining HIV Mandiri melalui cairan mukosa mulut, yang pertama individu menerima alat OFT dan memeriksa kemasan. Kedua, persiapan (jangan makan, minum, merokok dan mengunyah 30 menit sebelum praktek), ketiga yaitu mengambil specimen dari cairan mulut dengan alat seperti kuas. Keempat, memproses cairan mulut dengan menggunakan tabung pengembang, kelima adalah membaca hasil, dan yang terakhir adalah membuang limbah bekas pakai.
Pada Bulan Agustus tahun ini PKBI Kota Semarang mendapatkan tambahan alat Skrining HIV Mandiri (SHM) sebanyak 831 alat. Dan sampai dengan bulan November ini sebanyak 656 alat yang sudah terpakai dengan hasil skrining ditemukannya sejumlah enam temuan kasus positif baru. Dari enam klien tersebut oleh Petugas Lapangan (PL) dan didukung oleh petugas fasyankes dirujuk kembali untuk melakukan tes konfirmasi ke puskesmas guna penegakan diagnosanya dan hasil dari klien tersebut semuanya tetap sama (positif). Kemudian, klien-klien tersebut diarahkan untuk mengakses ARV dan didampingi oleh petugas Pendamping Sebaya (PS).
Sumber:
https://sayaberani.org/skrining-hiv-mandiri-memudahkan-atau-menyusahkan/ (sayaberani.org),
https://spiritia.or.id/informasi/detail/379 (spiritia),
Data PKBI Kota Semarang